Emil Salim Khawatir Perubahan Iklim Mengancam Indonesia
Jakarta – Emil Salim khawatir dampak buruk bakal terjadi di Indonesia karena pemanasan iklim global. Di antaranya permukaan air laut naik hingga terjadi rob.
“Ancaman Indonesia karena perubahan iklim adalah banjir yang mengena penduduk di pantai. Jangka waktunya itu 2030, 12 tahun lagi nanti dan akan memburuk di 2045, 100 tahun Indonesia merdeka,” ujar Emil Salim di Menara Peninsula, Jl Letjen S Parman, Jakarta Barat, Rabu (19/12/2018).
Ancaman itu hadir karena Indonesia merupakan negara kepulauan di Samudra Pasifik. Emil menyebut beberapa pulau di negara-negara Pasifik sudah tenggelam.
“Kalau ada perubahan iklim, kutub selatan mencair, permukaan laut naik. Bukan Amerika menderita, bukan China, Eropa. Tapi arcipelago, negara kepulauan di Pasifik, termasuk Indonesia, yang akan hadapi ancaman naiknya permukaan air laut,” sambung Emil, mantan Menteri Lingkungan Hidup.
Daerah pantai menjadi daerah yang paling mendapat dampak. Padahal banyak penduduk Indonesia tinggal di kota pinggir pantai, seperti Jakarta dan Surabaya.
“Indonesia tidak akan tenggelam seluruhnya, tapi jika muka laut naik, sungai tidak bisa turun ke laut, maka terjadi banjir rob. Pantai Indonesia akan mengalami banjir rob,” kata Emil.
Emil memberi saran kepada pemerintah Indonesia untuk membuat pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Salah satu contoh perubahan adalah menyingkirkan batu bara dan memanfaatkan energi terbarukan.
“Kita perlu aktivitas yang dorong masyarakat Indonesia sendiri untuk menjaga lingkungan. Energi batu bara harus face out. Minyak bumi diganti energi terbarukan. Itu harus didorong di 2030,” ujar Emil.
“Pola pembangunan harus hemat tanah. Jangan gambut diubah jadi kelapa sawit. Karena lepaskan CO2, jadi perubahan total dalam pembangunan ini tidak bisa business as usual,” imbuhnya.
Emil juga mengkritik beberapa negara lain yang tak lagi peduli soal perubahan iklim. Termasuk Amerika Serikat, yang keluar dari Paris Agreement atau Kesepakatan Paris. Kesepakatan Paris adalah adalah persetujuan dalam kerangka UNFCCC (United Nation Convention on Climate Change) mengawal reduksi emisi karbon dioksida efektif berlaku sejak 2020.
“Tahun 2018 Amerika keluar dari Paris Agreement. OPEC oil country, Saudi Arabia menolak dikurangi minyak bumi. Brasil keluar dan ikut Amerika, Brasil adalah pusat hutan tropis,” kata Emil.
“Tahun 2018 menunjukkan garis turun dari usaha lingkungan. Ancaman Pencemaran CO2 emisi yang 1,5 derajat di atas praindustri yang dicapai pada 2030 dugaan banyak orang sulit dicapai,” sambungnya.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut desa-desa di pantai sudah terancam oleh naiknya permukaan air laut. Karena itu, perlu ada pendidikan program pengendalian iklim kepada penduduk di pantai.
“Indonesia, 290-an desa di pantai yang sudah terancam ini harus diwaspadai, khususnya di Indonesia timur. Daerah itu, sampai saat ini, kurang disentuh program pengendalian iklim. Bagaimana manusia siap adaptasi secukupnya,” kata Direktur Mobilisasi, Sumber daya Sektor dan Wilayah Ditjen PPI LKHK, Ignatius Wahyu Marjaka.
(aik/fdn)
Source: Detik.com
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!